Minggu, 16 Juni 2013

Pengelolaan ZIS di LAZ Umat Sejahtera



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang multidimensional. Islam memberikan pandangan, keyakinan dan jalan hidup bagi umat manusia agar mampu mengatasi segala masalah didunia dan mengantarkannya kepada kehidupan kekal bahagia diakhirat kelak. Dalam konteks inilah islam memberikan tekanan pada keseimbangan kehidupan, yakni memandang kehidupan didunia sama pentingnya dengan kehidupan diakhirat. Selain itu, islam juga memandang kehidupan individu sama pentingnya dengan pembangunan kehidupan sosial, mencari nafkah untuk kehidupan dunia sama pentingnya dengan pergi ke masjid untuk beribadah. Islam tidak melarang penganutnya untuk berusaha mencari harta, hanya saja ketika seseorang sudah berhasil mendapatkan harta, maka harus diingat bahwa didalam harta itu terdapat hak yang harus diberikan kepada mereka yang kurang beruntung dan terjerat dalam kemiskinan.[1] Sesuai firman Allah dalam QS. Al-Ma’arij:24-25.
šúïÉ©9$#urþÎûöNÏlÎ;ºuqøBr&A,ym×Pqè=÷è¨BÇËÍÈÈ@ͬ!$¡¡=Ïj9ÏQrãósyJø9$#urÇËÎÈ
Artinya:    “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang yang  meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta-minta).[2]

Islam juga menyampaikan ajaran bahwa untuk memenuhui kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja keras supaya terhindar dari kemiskinan dan dapat mencukupi kebutuhan dirinya serta lebih lanjut agar dapat mengeluarkan zakat dan sedekah. Dalam islam mereka yang tidak berkecukupan mempunyai hak sosial atas kebutuhan mereka sebagaimana didalam QS. AT-Taubah:103.
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Mahamengetahui.”
Dalam sejarah Islam sumber keuangan islam yang diperoleh dari zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf serta sumber sejenis lainnya telah terbukti selama ratusan tahun menjadikan islam sebagai sebuah negara super power. Selama tujuh abad, islam mencapai puncak peradapan yang tiada duanya didunia.[3]
Rosulullah membangun lembaga zakat sebagai sebuah sistem untuk menciptakan keadilan ekonomi dan distribusi kekayaan sosial. Pada masa itu, masyarakat islam merupakan masyarakat yang hidup dalam jalinan persaudaraan yang kuat dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi berkat berfungsinya sistem tersebut. Sistem ini diadakan untuk mentransformasi masyarakat dari ketimpangan sosial ekonomi menjadi masyarakat yang adil dan makmur. Yang menjadi kunci keberhasilam lembaga zakat dalam mengatasi maslah kesenjangan sosial dan kemiskinan adalah kepastian hukum pelaksanaan zakat yang eksekusinya langsung dilakukan oleh aparat negara.[4]
Dilihat dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat adalah ibadah maliyah ajtima’iyah yang memiliki posisi sangat urgen, strategis dan menentukan. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat sangat asasi dalam islam dan merupakan rukun kitega dari rukuk islam. Keberadaan zakat dianggap sebagai ma’lum min al-din bi al-dhoruroh, yaitu diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.[5]
Seluruh ahli hukum islam sepakat bahwa zakat adalah sejenis sedekah yang wajib hukumnya untuk dikumpulkan dan didistribusikan sesuai dengan ketentuan tertentu untuk disampaikan kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) yang disebutkan dalam QS. At-Taubah: 60.
*$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏB̍»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Pada awalnya pembayaran zakat diindonesia dilakukan sendiri-sendiri secara suka rela. Potensi ekonomi umat islam indonesia yang merupakan muslim terbesar didunia tidak teraktualisasi secara seknifikan. Sehingga pada tahap selanjudnya timbul kesadaran meluas untuk memperbaiki nasib umat melalui pemanfaatan dana zakat seperti bermunculnya yayasan-yayasan yang mengatasnamakan dirinya sebagai lembaga pengelola zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf.[6]
Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalahmengoptimalkan pengelolaan zakat yang bertujuan pemerataan ekonomi dan pembangunan, tetapi perlu ditopang dengan suatu badan pengelola zakat yang modern dan profesional. Zakat dengan segala posisi, fungsi dan potensi yang terkandung didalamnya dapat berperan sacara positif-progresif dalam gerakan ekonomi kerakyatan. Didalamnya terdapat unsur kesejahteraan bersama, seperti yang tercantum dalam pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Bahkan secara lebih luas, dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif.[7]
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Pengumpulan Zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Umat Sejahtera” Ponorogo Menurut Pandangan Islam?
2.      Bagaimana Pendayagunaan Zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Umat Sejahtera” Ponorogo Menurut Pandangan Islam?
3.      Bagaimana Pendistribusian Zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Umat Sejahtera” Ponorogo Menurut Pandangan Islam?

BAB II
PENGELOLAAN ZAKAT DALAM ISLAM


A.    Pengertian Zakat
Zakat yang merupakan kewajiban dalam rukun islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Zakat secara harfiah merupakn bentuk masdar dari “zaka” yang berarti tumbuh, berkah, baik, atau membersihkan.[8] Sedangkan secara istilah ulama’ berbeda pendapat:
1.      Menurut Syafi’i Zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus.
2.      Menurut madzab Hambali  zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula yaitu kelompok yang disyari’atkan dalam al-Qur’an.[9]
3.      Menurut Maliki Zakat adalah mengeluarkan harta yang khusus yang telah mencapai nishab kemudian diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
4.      Kemudian menurut Hanafi Zakat merupakan menjadikan harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari’at karena Allah.[10]
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Zakat adalah salah satu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang-orang muslim, sebab zakat merupakan salah satu rukun islam yang merupakan ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus merupakan amal sosial kemsyarakatan dan kemanusiaan dalam wujud mengkhususkan sejumlah harta atau nilainya dari milik perorangan atau badan hukum untuk diberikan kepada yang berhak menerima dengan syarat-syarat tertentu, dengan tujuan untuk mensucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan, dan meningkatkan pembangunan.
Sebagai salah satu rukun islam, zakat adalah fardlu ‘ain dan kewajiban ta’abbud. Kemudian perintah zakat dalam al-qur’an sama pentingnya dengan perintah shalat, sebagai mana dalam qur’an surat al-Baqarah:43.
(#qßJŠÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(#qè?#uäurno4qx.¨9$#(#qãèx.ö$#uryìtBtûüÏèÏ.º§9$#ÇÍÌÈ
Artinya:      ”dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”.[11]

B.     Pengumpulan Zakat
Suatu hal yang urgen terkait dengan pengumpulan zakat salah satunya yaitu amil. Amil yaitu seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat, mengelolanya serta menyalurkannya sesuai dengan syari’at islam. Sebagimana firman Allah dalam  QS. at-Taubah: 103,
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya:      Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendenger lagi Maha Mengetahui”.[12]

Keberadaan amilin ini didukung oleh fakta historis bahwa Rasulullah saw. Pernah memperkerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah, untuk mengurus urusan zakat bani sulaim. Selain itu Rasulullah saw. Pernah mengutus Muaz Bin Jabal pergi ke Yaman, selain bertugas sebagai Da’i tetapi mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat.
Secara tersirat, Al Qur'an ingin menunjukkan bahwa keberadaan amil dalam mengelola zakat memiliki peran yang sangat strategis. Artinya, amil diharapkan mampu mewujudkan cita-cita zakat sebagai salah satu instrumen dalam Islam (Sistem ekonomi Islam) dalam rangka menciptakan pemerataan ekonomi dan harmonisasi antar umat. Dalam konteks ini, para amil zakat tidak hanya sekedar mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, tetapi juga dituntut untuk mampu menciptakan pemerataan ekonomi umat sehingga kekayaan tidak hanya berputar pada satu golongan atau satu kelompok orang saja. Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Hasyr: 7
!$¨Buä!$sùr&ª!$#4n?tã¾Ï&Î!qßuô`ÏBÈ@÷dr&3tà)ø9$#¬TsùÉAqߧ=Ï9urÏ%Î!ur4n1öà)ø9$#4yJ»tGuŠø9$#urÈûüÅ3»|¡yJø9$#urÈûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#ös1Ÿwtbqä3tƒP's!rߊtû÷üt/Ïä!$uŠÏYøîF{$#öNä3ZÏB4!$tBurãNä39s?#uäãAqߧ9$#çnräãsù$tBuröNä39pktXçm÷Ytã(#qßgtFR$$sù4(#qà)¨?$#ur©!$#(¨bÎ)©!$#߃Ïx©É>$s)Ïèø9$#ÇÐÈ
Artinya:      supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.[13]

Amil zakat harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang berdaya guna dan berhasil guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasi berbagai potensi umat sehingga dapat diberdayakan secara optimal. Dengan demikian, zakat menjadi lebih produktif dan tidak hanya sekedar memiliki fungsi karitatif.
Secara lebih jelas, Yusuf Al-Qardhawi menyebutkan urgensi keberadaan amil, yaitu:
a.       Jaminan terlaksananya syariat zakat (bukankah ada saja manusia-manusia yang berusaha menghindar bila tidak diawasi oleh penguasa). 
b.      Pemerataan (karena dengan keterlibatan satu tangan, diharapkan seseorang tidak akan memperoleh dua kali dari dua sumber, dan diharapkan pula semua mustahiq akan memperoleh bagiannya).
c.       Memelihara air muka para mustahiq, karena mereka tidak perlu berhadapan langsun dengan para muzakki, dan mereka tidak harus pula datang meminta.
d.      Sektor (ashnaf yang harus menerima) zakat, tidak terbatas pada individu, tetapi juga untuk kemaslahatan umum, dan sektor ini hanya dapat ditangani oleh pemerintah.
C.    Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat merupakan salah satu kegiatan dari pengelolaan zakat. Sedangkan yang dimaksud pendayagunaan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil atau pengusaha agar mampu menjalankan tugas dengan baik.[14]
Pada dasarnya zakat selain wujud ketaatan kepada Allah namun juga sebagai kepedulian sosial. Zakat awalnya hanya didayagunakan untuk kepentingan konsumtif yaitu, untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahiq sehingga lembaga amil zakat menyalurkan zakat sesuai dengan kebutuhan mustahiq yang ada didaerahnya. Zakat konsumtif yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahiq seperti kebutuhan konsumsi sehari-hari yaitu, kebutuhan sandang, pangan, dan papan, serta gaji untuk para guru mengaji dan bantuan biaya kesehatan.[15]Sasaran pendayagunaan zakat fitrah (konsumtif) kepada fakir-miskin sudah jelas, hal itu tidak ada perbedaan pendapat antar semua ulama’, berdasarkan hadist Nabi saw.
حدثنا محمود بن خالد الدمشقي وعبد الله بن  عبد الرحمن السمرقيدي قال: حدثنا مروان قال عبد الله: حدثنا أبو يزيد الخولاني والشيح صدق, وانا بن وهب يروي عنه, حدثنا سياربن عبد الرحمن قال محمود الصدقى عن عكرمة عن ابن عباس قال رسول الله ص م: زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمه للمساكين

Yang artinya “Beritahu kami Mahmud bin Khalid dari Damaskus, Abdullah bin Abdul Rahman al Samarqondi berkata: ceritakan kepada kami Marwan Abdullah mengatakan: Katakan Abu Yazid Khawlaani dan Syekh Siddiq, dan merupakan putra Wahab mengatakan kepadanya, mengatakan kepada kami Sayyar bin Abdul Rahman, kata Mahmud dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata Rasulullah SAW. Zakat fitrah dibersihkan dia untuk orang yang berpuasa dari berbohong dan kotoran, yang merupakan makanan bagi orang-orang miskin”.[16]

Adapun yang menjadi pertentangan pendapat antara para ulama’ adalah apakah sasaran pendayagunaan zakat itu juga disalurkan kepada golongan-golongan mustahiq sebagaimana penyaluran zakat harta benda. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:
a)    Madzhab Malikiyah dan sebagian Hambali berpendapat bahwa, zakat fitrah hanya disalurkan kepada fakir-miskin, tidak boleh untuk amil, tidak boleh untuk muallaf dan seterusnya. Zakat fitrah wajib disalurkan khusus kepada fakir-miskin, alasan mereka adalah hadist Ibn Abbas ra.
b)    Madzhab Syafi’i, Abu Hanifah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa, zakat fitrah wajib disalurkan kepada ashnaf yang delapan.
c)    Jumhur ulama’ : berpendapat bahwa, zakat fitrah boleh disalurkan kepada fakir-miskin, alasannya zakat fitrah itu adalah shadaqah yang masuk dalam keumuman firman Allah (QS. at-Taubah:60) ayat ini tidak mengharuskan dibagi hanya kepada fakir-miskin, akantetapi ayat itu hanya memberi pengertian bahwa zakat apa saja tidak boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf itu.[17]
Dalam konteks pendayagunaan zakat, tidak dapat dilihat dari perspektif ibadah semata, tetapi zakat memiliki kaitan yang erat dengan proses pemberdayaan zakat yang produktif dan solutif. Pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) mesti berorientasi pada pemberdayaan zakat produktif dan menjadi solusi pengentasan kemiskinan bagi setiap mustahiq. Upaya ini difokuskan pada ekonomi produktif yang bersifat memberdayakan produktifitas zakat sebagai bentuk program yang diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup mustahiq dari sisi ekonomi. Artinya, program tersebut bisa menjadikan usaha mustahiq berkembang dan memiliki nilai tambah serta bisa memperbaiki kondisi finansialnya. Sebagaimana hadist nabi saw:
عن سالم بن عَبْدِ الله بن عُمر عَنْ أَبيه رضي الله عنُهم أنَّ رسولَ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم كانَ يُعْطي عُمَرَ بن الخطاب العْطاءَ فيقولُ أَعْطِه أَفْقَر منّي، فَيَقُول: "خُذْهُ فَتَمَوّلْهُ أَوْ تَصَدَّقْ به، وما جاءَكَ مِنْ هذا المال وأَنْت غير مشرفٍ ولا سائلٍ فَخُذْهُ، وَمَا لا فلا تُتْبِعه نَفْسك" رواهُ مسلمٌ.
“Dari Salim bin Abdullah bin 'Umar dari bapaknya ( Umar bin Khatab ) mudah-mudahan Allah meridhoi mereka, bahwasanya Rasulullah pernah memberikan Umar bin Khatab suatu pemberian, lalu Umar berkata " berikanlah kepada orang yang lebih fakir dari saya, lalau Nabi bersabda "Ambilah dahulu, setelah itu milikilah ( kembangkanlah ) dan dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak membutukannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan nafsumu. HR Muslim”.[18]

Program pemberdayaan ekonomi produktif yang dikelola secara sistematis, intensif dan berkesinambungan merupakan point penting dalam mendayagunakan dana zakat. Hal ini dilakukan agar para mustahiq memiliki perubahan karakter, budaya, ekonomi dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Sehingga mustahiq yang awalnya belum berdaya, dengan mengikuti program pemberdayaan zakat produktif yang sistemik dengan proses pendidikan, pelatihan, pendampingan dan pembinaan serta difasilitasi usahanya sehingga mustahiq bisa mandiri, produktif dan memiliki penghasilan yang cukup.
Kemampuan profesional dalam mendayagunakan dana ZIS, artinya bagaimana upaya mendayagunakan menjadi suatu kenyataan dalam bentuk amal sholeh, sebagaiman firman Allah SWT. “.......barang siapa mengharap perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan jangan ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada tuhannya” (Qs. al-Kahfi:110). Strategi pendayagunaan zakat dibangun melalui kreatifitas dan inovasi dengan kemampuan memahami akar persoalan yang dibutuhkan dengan pemetaan potensi ekonomi umat yang dapat dikembangkan dalam pengentasan kemiskinan.

D.    Pendistribusian Zakat
Distribusi berakar dari bahasa inggris distribution, yang berarti penyaluran. Sedangkan kata dasarnya to distribute, bermakna membagikan, menyalurkan, menyebarkan, mendistribusikan, dan mengageni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Distribusi yaitu penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat. Sedangkan Mendistribusikan yaitu menyalurkan (membagikan, mengirimkan) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat seperti pasar, toko.
Pendistribusian zakat dikenal dengan sebutan mustahiq al Zakat atau Asnaf, yaitu kategori (golongan) yang berhak menerima zakat. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. at Taubah: 60 yang berbunyi:
$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏB̍»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ

Artinya:   ..........Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[19]

Secara umum, pesan pokok dalam ayat tersebut, adalah mereka yang secara ekonomi kekurangan. Kecuali amil dan muallaf yang sangat mungkin secara ekonomi berada dalam keadaan kecukupan. Karena itu, di dalam pendistribusiannya, hendaknya mengedepankan upaya merubah mereka yang memang membutuhkan, sehingga setelah menerima zakat, dalam periode tertentu berubah menjadi pembayar zakat.
Adapun dalil dari As-Sunnah atau Hadits adalah sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam dalam sebuah haditsnya :
عَنْ ابْنِ عَبّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُما: أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم بَعَثَ مُعَاذاً إِلَى لْيَمَنِ ـ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ ـ وَفِيْهِ: "إنَّ الله قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمِ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ، فَتُرَدُّ فُقَرَائِهِمْ". مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ.
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi saw. pernah mengutus Muadz ke Yaman , Ibnu Abbas menyebutkan hadits itu, dan dalam hadits itu beliau bersabda : Sesungguhnya Allah telah memfardhukan atas mereka sedekah (zakat) harta mereka yang di ambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. HR  Bukhary dan Muslim, dengan lafadz Bukhary.[20]
Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus disalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut  harus disalurkan kepada para mustahiq sebagaimana diterangkan dalam surah at-Taubah: 60, yang uraiannya antara lain sebagai berikut:
a.       Fakir dan Miskin. Yaitu mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b.      Amil. Yaitu oarng yang bertugas untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
c.       Muallaf. Yaitu oarang yang masih dianggap lemah imannya, karena baru masuk islam. Mereka diberi agar bertambah kesungguhannya dalam berislam dan bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan mereka tdaklah sia-sia. Kalau daplikasikan pada saat sekarang ini mungkin bagian muallaf ini dapat diberikan kepada lembaga-lembaga dakwah  yang mengkhususkan untuk menyebarkan islam.
d.      Riqab. Artinya bahwa zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan budak beliandan menghilangkan segala bentuk perbudakan. Para ulama berpendapat bahwa cara membebaskan perbudakan ini biasanya dengan dua hal, yaitu sebagai berikut:
·         Menolong pembebasan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat kesepakatan dan perjanjian dengan tuannya, bahwa ia sanggup membayar sejumlah harta untuk membebaskan dirinya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah an-nuur: 33.
·         Seseorang atau sekelompok orang dengan uang zakatnya atau petugas zakat dengan uang zakat yang sudah terkumpul dari para muzakki membeli budak atau ammah untuk kemudian membebaskannya.
e.       Gharim. Yaitu oarng yang berhutang dan tidak bisa melunasinya. Yusuf al-Qardhawi mengemukakan kelompok bahwa salah satu kelompok yang termasuk gharim adalah orang yang mendapatkan berbagai bencana dan musibah baik pada dirinya maupun pada hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan mendesak untuk   meminjam bagi dirinya dan keluarganya.[21]
f.       Fi Sabilillah,yaitu orang yang berjuang dijalan allah atau berusaha menegakkan agama alllah atau dana social untuk kepentingan masyarakat seperti mendirikan masjid, rumah sakit, madrasah dan jembatan atau jalan.
g.      Ibnu sabil, yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh dengan maksud belajar dan menunaikan ibadah haji yang kekurangan bekal sebelum cita-cita atau niatnya tercapai. Musafir yang kehabisan bekal tetapi kepergiannya tidak untuk perbuatan maksiat.[22]
Adapun penyaluran zakat secara produktif sebagaimana yang pernah terjadi dimasa Rasulullah saw. Yang dikemukakan dalam sebuah hadis riwayat imam muslim dari salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah pernah memberikan kepada zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Dalam kaitan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapatpendapat yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi dalam fiqh zakat bahwa pemerintah islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaanperusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan serta keuntungannya bagi fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka.[23]



BAB III
DATA LAPANGAN

A.    Sejarah Singkat LAZ Umat Sejahtera Ponorogo
Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Ummat Sejahtera” (yang kemudian lebih sering sisebut LAZ Kab.  Ponorogo), adalah lembaga nirlaba milik masyarakat Kab. Ponorogo yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf), serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga.[24]
       Kelahiran LAZ Kab. Ponorogo terinspirasi dari rasa keprihatinan dari sebagian    masyarakat atas beberapa permasalahan, yaitu :
1.      Tergeraknya keinginan untuk berperan serta dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya umat Islam dari kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan.
2.      Jangkauan pelayanan Amil Zakat Nasional dirasakan masih sangat minim didaerah.
3.      Pengelolaan ZISWAF selama ini hanya dilakukan secara insiden pada akhir bulan Ramadhan oleh masjid-masjid, dengan penghimpunan dan pengelolaan yang           sangat terbatas dan kurang professional.
4.      Kesadaran masyarakat dalam berzakat masih sangat minim.
5.      Potensi penghimpunan dana ZIS yang sangat besar.[25]
Kemudian melihat  problema kasus tersebut diatas, LAZ didirikan sejak 5 November 2002, LAZ Kab.  Ponorogo telah menunjukkan peran dan  manfaatnya didalam masyarakat. Dengan visi dan misi sebagai lembaga pendayagunaan dana yang amanah dan profesional, menjadikan LAZ Kab.  Ponorogo sebagai lembaga pengelola zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) terpercaya di Kab. Ponorogo.[26]
Lebih dari 1500 donatur dengan berbagai potensi, kompetensi, fasilitas, dan otoritas dari kalangan birokrasi, profesional, swasta, dan masyarakat umum telah terajut bersama LAZ Kab. Ponorogo membentuk komunitas peduli dhuafa. Mereka, dengan segala kemampuan terbaiknya, telah memberikan kontribusi, cinta, dan kepedulian dalam membangun negeri ini.[27]
Keberadaan LAZ Kab. Ponorogo semakin mantap dengan dikukuhkannya LAZ Ponorogo sebagai organisasi social berbentuk yayasan dalam Akta Notaris Sutomo, SH., No. 3, tgl 5-4-2006, menjadi entitas yang menaruh perhatian mendalam pada kemanusiaan yang universal. Melalui mitra pendayagunaan dana terpercaya , LKPM2 (Lembaga Koordinasi Pembinaan Masjid dan Musholla) Al Madinah Ponorogo, LAZ. ponorogo semakin meneguhkan pendayagunaan dana Anda secara syar’i, efisien, efektif & produktif.[28]
1.    Visi dan Misi LAZ Umat Sejahtera Ponorogo
Visi    : Menjadi lembaga pengelola dan konsultan zakat, infaq dan shodaqoh yang independent,Amanah serta Profesional. Independen: Tidak terkait dengan organisasi / partai politik apapun. Amanah: Menjalankan tugas dan ewajiban sesuai tujuan dan harapan muzakki/donator.Profesional: Bertanggung jawab dan siap mempertanggungjawabkan tugasnya dengan segala konsekuensinya.
Misi   : Membangun ukhuwah Islamiyah dan mewujudkan kesejahteraan ummat dalam naungan Ilahi.[29]
2.    Struktur Organisasi Lembaga Amil Zakat “Ummat Sejahtera” Kab. Ponorogo
a.        Dewan Syari’ah: 1) H. Luqman Hakim, Lc, MA.
2)      H. Mulyono Jamal, MA.
3)      Drs. H. Samsudin, Lc.
4)      Drs. Muh. Fajar Pramono, M.Si.
b.        Direktur: Ichwan Andrianto, SE.
c.         Divisi Kesekretariatan: 1) Didik Sugiono
2)   Fahrudin
d.        Divis Accounting: Yanuar Arifianto, A.Md.
e.         Divisi IT Support System: Lutfiyah DS. S.Kom.
f.         Divisi Humas: 1) Moh. Yulian Ridhoi, SE.
2)      Alip Sugianto
3)      Wahyu Nur Katmin
4)      Rohmah Kusma Wihantari
g.         Divisi Marketing: 1) Suyanto
2)        Farida Nurhayati, S.IP
3)        Imam Syafi’i
4)        Usamah Hanif, S.HI
5)        Doni Mahendra
6)        Candra Ari Kirana
7)        Purnomo, S.Pd.I
8)        Agung Susilo, SPd.I
9)        Nur Setyaningtyas
h.        Divisi Program dan Penyaluran:1) Iman Nurdin, S.Pd.I
2)      Boby Wibisono, S.Pd.I
3)      Yanti Mulatsih, S.Pd.I
3.    Program LAZ Umat Sejahtera Ponorogo
a.         Beasiswa Generasi Cerdas (Pendidikan).
b.        Masyarakat Sejahtera Mandiri (Ekonomi)
c.         Layanan Rumah Sehat (Kesehatan)
d.        Program khitanan masal (Kesehatan)
e.         Peduli Guru (Pendidikan)
f.         Layanan Dakwah (Da’wah)
g.         Senyum Anak Yatim dan Dhuafa’ (Sosial)
h.        Siaga Penanggulan Bencana (Sosial)
i.          Siaga Pangan dan gizi (Sosial)
j.          Peduli Dunia Islam (Da’wah)
k.        Qurban Peduli (Da’wah)
l.          Wakaf Produktif (Da’wah)[30]

A.    Pengumpulan Zakat di LAZ Umat Sejahtera
Beberapa teknis pengumpulan zakat di LAZ Umat Sejahtera adalah sebagai berikut:
a.       Yang pertama-tama dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi dengan masyarakat misalnya dengan penyebaran majalah tazkiyah (2 bulan sekali), stiker, pembuatan brosur serta pemasangan spanduk atau baliho dibeberapa tempat yang dianggap strategis dengan tujuan awal melakukan pengenalan dengan msyarakat.
b.      Selanjutnya Dengan cara membentuk suatu tim penyuluh dimana tim penyuluh tersebut berguna untuk melakukan sosialisasi sadar zakat melalui instansi-instansi tertentu.
c.       Dengan sistem gepok tular antar orang maksudnya seseorang yang sudah menjadi donatur tetap itu mengenalkan serta menginformasikan kepada rekan-rekan yang lain untuk menjadi donatur.
d.      Dari pihak ‘amil zakat, dengan cara ‘amil mendatangi para muzakki (donatur) jika memang muzakki (donatur) tersebut berhalanganuntuk datang kelembaga LAZ.
e.       Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak dalam mengumpulkan dana zakat.[31]

B.     Pendayagunaan Zakat LAZ Umat Sejahtera
Dana zakat yang telah terkumpul di LAZ Umat Sejahtera, sebagian didayagunakan untuk kepentingan mustahiq agar dapat bernilai guna. Misalnya Pemberian dana bergulir yaitu dana yang diberikan kepada mustahiq untuk diinvestasikan pada suatu usaha produktif dalam bentuk pinjaman dengan pengembalinannya secara angsur tanpa adanya bunga. Dalam program ini, LAZ Umat Sejahtera minimal telah mampu menjadikan mustahiq bersedekah, meskipun belum mencapai menjadi muzakki. Penyaluran dana Zakatdi LAZ Umat Sejahtera berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan proporsional. Artinya, bagian untuk setiap mustahiq tidak sama, tetapi sesuai dengan kadar kemampuan mereka masing-masing bahkan ada beberapa mustahiq yang tidak menerimanya.[32] Ada dua macam pendayagunaan  zakat di LAZ Umat Sejahtera, yaitu:
a.         Secara konsumtif, bersifat sekali habis. Hal ini dilakukan untuk hal-hal yang bersifat insidental. Misalnya, penyaluran zakat fitrah, bantuan materi kepada para lansia dan sebagainya.
b.        Secara produktif, menyalurkan hasil zakat untuk usaha produktif. Dalam hal ini disalurkan dalam program dana bergulir yang diperuntukkan kepada para mustahiq dalam bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga.
Prioritas utama pendayagunaan zakat lebih ditekankan pada program pendidikan, karena asumsi mereka dengan peningkatan mutu pendidikan, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menurunkan derajat kemiskinan dalam masyarakat.[33]

C.    Pendistribusian Zakat LAZ Umat Sejahtera 
Terkait dengan Penyaluran Dana zakat di Laz Umat Sejahtera biasanya untuk mencari mustahiq, LAZ bekerjasama dengan instansi pemerintah misalnya atas rekomendasi kepaladesa, instansi sekolah yang melaporkan bahwa di daerah tersebut ada mustahiq zakat. Selain rekomendasi dari  kepala desa biasanya LAZ juga mendapatkan informasi dari perorangan, relasi-relasi terdekat serta bagian marketingyang biasanya tersebar diberbagai desa-desa diponorogo. Setelah adanya rekomendasi biasanya pihak LAZ mengkroscek kembali dengan melakukan survai ketempat tinggal para calon mustahiq, yang mana survai ini bertujuan untuk mengetahui bahwasannya para calon mustahiq tersebut memang benar-benar layak untuk mendapatkan bantuan dana zakat tersebut.Kemudian jika para mustahiq telah dinyatakan layak untuk mendapatkan bantuan maka pihak LAZ akan memberikan biodata semacam formulir guna untuk diisi oleh para mustahiq. Dengan demikian dana yang terkumpul yang kemudian diberikan kepada para mustahiq tersebut, dengan tujuan agar dapat membantu dan bernilai guna dalam kehidupan mereka.Dan pendistribusian dana zakat di LAZ Umat Sejahtera tidak diberikan kepada delapan ashnaf, akan tetapi berdasarkan skala prioritas sesuai kebutuhan mustahiq.[34]Sebagaimana pendapat Imam malik, Abu hanifah dan golongannya mereka berpendapat bahwa zakat itu tidak wajib dibagikan pada semua sasaran (delapan asnaf). Abu Ubaid telah menerima riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: “apabila engkau memberikan zakat pada satu sasaran dari sasaran zakat, maka hal itu cukup bagimu dan Allah SWT berfirman: “sesungguhnya sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin dan seterusnya,” maksudnya bahwa zakat itu jangan diberikan kepada yang selain sasaran tersebut. Imam Sufyan dan ulama irak (abu hanifah dan golongannya) berpendapat, bahwa apabila zakat diberikan kepada salah satu sasaran yang delapan dianggap sah.[35]









BAB IV
ANALISA
1.      Pengumpulan Zakat
Terkait dengan pengumpulan zakat di LAZ Umat Sejahtera pada dasarnya sudah sesuai dengan hukum Islam, bahwasannya zakat tersebut dipungut oleh amil. Akan tetapi ada sedikit perbedaan, jika dalam QS. at-Taubah: 103,
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
 Artinya:    Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendenger lagi Maha Mengetahui”.
bahwasannya zakat itu diambil oleh amil dengan adanya unsur paksaan yang ditekankan pada lafad “khudz”. Sedangkan di LAZ Umat Sejahtera pada prakteknya lebih bersifat luwes, maksudnya tidak ada unsur paksaan.Karena, kondisi masyarakat sekarang yang apabila dipaksa akan menimbulkan perselisihan, dengan kehati-hatian tersebutlah LAZ Umat Sejahtera lebih memilih jalan tengahnya saja.
Dengan adanya penjelasan-penjelasan tentang pengumpulan, pendayagunaan, dan pendistribusian zakat di LAZ Umat Sejahtera tersebut secara teknis telah sesuai dengan aturan syari’at yang sudah ada, dimana dalam pengumpulan zakat menurut islam disebutkan bahwa Pengumpulan dana zakat dilakukan oleh amil sepenuhnya, karena keberadaan amil dalam mengelola zakat memiliki peran yang sangat strategis. Artinya, amil diharapkan dapat menjadikan dana tersebut sebagai usaha produktif bagi para mustahiq.Selain itu, amil zakat harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian, zakat menjadi lebih produktif dan tidak hanya sekedar memilki fungsi karitatif.
2.      Pendayagunaan dan pendistribusian Zakat
Sedangkan terkait dengan pendayagunaan dan pendistribusian, di LAZ Umat Sejahtera secara teori juga sudah sesuai dengan hukum Islam yaitu kepada delapan asnaf. Akan tetapi secara aplikasi bahwasannya penyaluran dana zakat tersebut dilakukandengan menggunakan skala prioritas berdasarkan kebutuhan mustahiq dengan alasan bahwasannya tidak semua delapan asnaf itu mesti adanya.Sebagaimana pendapat Imam malik, Abu hanifah dan golongannya mereka berpendapat bahwa zakat itu tidak wajib dibagikan pada semua sasaran (delapan asnaf). Abu Ubaid telah menerima riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: “apabila engkau memberikan zakat pada satu sasaran dari sasaran zakat, maka hal itu cukup bagimu dan Allah SWT berfirman: “sesungguhnya sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin dan seterusnya,” maksudnya bahwa zakat itu jangan diberikan kepada yang selain sasaran tersebut. Imam Sufyan dan ulama irak (abu hanifah dan golongannya) berpendapat, bahwa apabila zakat diberikan kepada salah satu sasaran yang delapan dianggap sah.
 Jadi pada intinya dana zakat tersebut dibagikan kepada mustahiq zakat yang ada pada saat itu. Sedangkan untuk pendayagunaannya di LAZ Umat Sejahtera juga masih banyak yang disalurkan dalam bentuk konsumtif akan tetapi juga ada yang produktif. Jika dianalisa dari teori islam tentang pendistribusian dan pendayagunaannya sudah terdapat banyak kemajuan dalam cara menyalurkannya karena didukung dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan amil yang mana banyak menggunakan strategi yang baik dalam rangka penyaluran dana zakat secara efisien.






BAB V
KESIMPULAN


1)      Pengumpulan dana zakat yang dilakukan LAZ Umat Sejahtera secara teknis sudah sesuai dengan syari’at islam Akan tetapi ada sedikit perbedaan, jika dalam QS. at-Taubah: 103 bahwasannya zakat itu diambil oleh amil dengan adanya unsur paksaan yang ditekankan pada lafad “khudz” sedangkan di LAZ Umat Sejahtera pada prakteknya lebih bersifat lues maksudnya tidak ada unsur paksaan karena kondisi masyarakat sekarang yang apabila dipaksa akan menimbulkan perselisihan dengan kehati-hatian tersebutlah LAZ Umat Sejahtera lebih memilih jalan tengahnya saja.Dimana pengumpulan dana zakat tersebut menggunakan beberapa teknis yaitu dengan adanya tim penyuluh, melakukan sosialisasi, adanya peran serta amil secara langsung, serta adanya madia cetak seperti majalah, setiker yang berguna sebagai sarana pengenalan tentang zakat yang pada ahirnya akan mendorong mereka untuk berzakat.
2)      Terkait dengan pendayagunaan, di LAZ Umat Sejahtera bahwasannya pendayagunaan itu lebih ditekankan pada pendayagunaan produktif dengan tujuan dana zakat tersebut dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai guna. Dalam hal ini dana zakat disalurkan dalam program dana bergulir yang diperuntukkan kepada para mustahiq dalam bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga dll.
3)      Sedangkan terkait dengan pendistribusian dana zakat di LAZ Umat Sejahtera secara teknis juga sudah sesuai dengan hukum islam. Akan tetapi pada aplikasinya dalam melakukan pendistribusian itu berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan para mustahiq karena para mustahiq zakat (delapan asnaf) itu tidak mesti adanya sebagaimana pendapat Imam malik, Abu hanifah dan golongannya mereka berpendapat bahwa zakat itu tidak wajib dibagikan pada semua sasaran (delapan asnaf). Abu Ubaid telah menerima riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: “apabila engkau memberikan zakat pada satu sasaran dari sasaran zakat, maka hal itu cukup bagimu dan Allah SWT berfirman: “sesungguhnya sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin dan seterusnya,” maksudnya bahwa zakat itu jangan diberikan kepada yang selain sasaran tersebut. Imam Sufyan dan ulama irak (abu hanifah dan golongannya) berpendapat, bahwa apabila zakat diberikan kepada salah satu sasaran yang delapan dianggap sah.



DAFTAR PUSTAKA

Abidah, Atik.  Zakat Filantropi dalam Islam : Refleksi Nilai Spiritual dan Charity Ponorogo : STAIN Po Press, 2011.
Ali, Nurddin Mhd. Zakat Sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal. Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006.
Departeman Agama RI. Al-Quran Terjemah . Jakarta: Menara Qudus, 1979.
Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Khasanah, Umrotul. ManajemenZakatModern. Malang: UIN Maliki Press, 2010.
K. Hitti,Philip. Sejarah Ringkas Dunia Arab. Yogyakarta: Iqra Pustaka, 2001.
Manan, M. A. EkonomiIslam: Teori dan Praktek. Jakarta: Intermasa, 1992.
Risya,Subki. Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: PP. LAZIS NU, 2009.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa, 2008.
Trie Anis Rasyidah dan Esti Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil zakatdalam http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/188, diakses 25 April 2013.
Qardawi Yusuf.Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1973.
http://datasekripsi.blogspot.com/2009/07/pengelolaan-zakat.html. diakses jum’at 26 april 2013 pukul 11:30




HASIL WAWANCARA LEMBAGA AMIL ZAKAT  (LAZ) UMAT SEJAHTERA (Sabtu, 13 April 2013)

Topik                : Penghimpunan  (devisi marketing) serta Pengelolaan, Pendayagunaan dan Pendistribusian Zakat.
Narasumber     :    Doni Mahendra sebagai Devisi Marketing dan Imam Nurdin, S.Pd.I  Sebagai Devisi Program Penyaluran (Manager).

Mahasiswa       : Bagaimana cara pengumpulan zakat di LAZ Umat Sejahtera?
LAZ            : Ada beberapa cara dalam pengumpulan dana zakat di LAZ Umat Sejahtera, diantaranya:
1.         Dengan cara melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui majalah tazkiyah, stiker, spanduk dan beberpa media lainnya yang tersebar ke berbagai daerah serta lembaga-lembaga pendidikan di Ponorogo.
2.         Selanjutnya yaitu dengan cara menemui langsung para calon donatur serta memberikan stimulus terhadap para calon donatur tersebut dengan tujuan agar mereka terdorong untuk menyalurkan hartanya (sebagai muzakki).
3.         Dengan sistem gepok tular antar orang maksudnya seseorang yang sudah menjadi donatur tetap itu mengenalkan serta menginformasikan kepada rekan-rekan yang lain untuk menjadi donatur.
4.         Mengisi formulir pendaftaran calon donatur.
5.         Adanya pelaporan dana kepada muzakki utuk setiap bulannya dengan adanya buku tabungan  atau bisa juga melalui majalah tazkiyah.
Mahasiswa   : Cara apa yang dilakukan oleh LAZ Umat Sejahtera terkait pendistribusian     supaya lebih efektif, efisien, fleksibel dan merata sampai kepelosok?
LAZ    : Langkah pertama yang dilakukan oleh LAZ Umat Sejahtera yaitu dengan cara kontak person, misalnya bekerjasama dengan lembaga-lembaga sekolah, atas rekomendasi dari kelurahan serta lembaga pendidikan islam seperti pondok pesantren, TPA serta devisi marketing yang tersebar di daerah-daerah tertentu.
Mahasiswa   : Cara apa yana dilakukan LAZ Umat Sejahtera terkait dengan pendayagunaan zakat?
LAZ    : Terkait dengan pendayagunaan dana zakat, di LAZ Umat Sejahtera lebih menekankan pada dana produktif, misalnya dengan memberikan bantuan dana bergulir dengan tujuan dana zakat tersebut dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai guna untuk kelangsungan hidup mustahiq. Dalam hal ini dana zakat disalurkan dalam program dana bergulir yang diperuntukkan kepada para mustahiq dalam bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga dimana mustahiq melakukan pembayaran secara angsur atas dana pinjaman tersebut dan apabila mustahiq tidak dapat mengembalikan dana tersebut karena suatu kepentingan yang mendesak, misalnya untuk pengobatan keluarga yang sakit maka pihak LAZ mengikhlaskan dana tersebut karena pada dasarnya dana tersebut merupakan hak mustahiq.
Mahasiswa: Kendala-kendala apa saja yang terjadi terkait dengan pengumpulan dana zakat?
LAZ    : Kendala yang sering terjadi terkait pengumpulan dana zakat adalah penundaan pengambilan dana zakat dikarenakan muzakki yang sibuk. Dan untuk kasus semacam ini biasanya pembayaran dilakukan sekalian pada bulan berikutnya (digabung). Dan untuk para muzakki yang berada diluar kota yang mempunyai mobilitas tinggi serta berkeinginan untuk  menyalurkan hartanya pihak LAZ memberikan fasilitas berupa rekening.
Mahasiswa    :     Bagaimana mekanisme pemberitahuan laporan keuangan kepada donatur?
LAZ    : Dengan meberikan majalah ketika menjemput donatur ketika akan menghimpun zakat kepada donatur.
Mahasiswa:          Pada dasarnya Pengalokasian dana zakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara konsumtif dan secara produktif. Apakah LAZ Umat Sejahtera telah menggunakan kedua  pengalokasian tersebut atau hanya salah satunya?
LAZ               : Terkait dengan pengalokasian zakat di LAZ Umat Sejahtera lebih fokus pada pengalokasian zakat yang bersifat produktif dengan tujuan agar para mustahik yang  mendapatkan dana bergulir tersebut dapat mengembangkan dan memanfaatkan dana tersebut.






[1]Umrotul Khasanah, ManajemenZakatModern (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 2.
[2]Departeman Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 570.
[3] Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab (Yogyakarta: Iqra Pustaka, 2001), 1-2.
[4] Lihat M. A. Manan, EkonomiIslam: Teori dan Praktek (Jakarta: Intermasa, 1992), 245-254.
[5]Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat (Jakarta: Libero Pintar Nusa, 2002), 86.
[6] Ibid.
[7]Atik Abidah, zakat filantropi dalam Islam, (Ponorogo: STAIN ProPress, 2011), 6.
[8]Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006 ), 6.
[9]Subki Risya, Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan, (Jakarta: PP. LAZIS NU, 2009), 4-5.
[10]Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, 6.
[11]Ibid., 4-5.
[12]Departeman Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 204.
[13]Departeman Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979),  547.
[14] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta : Pusat Bahasa, 2008), 344.
[15] Trie Anis Rasyidah dan Esti Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat dalam http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/188, diakses 20 April 2013.
[16]Abi Dawud Sulaiman al-Sajistani, Sunan Abi Dawud, (Bairut,1994), 376.
[19] Departeman Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 197.
[21]Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 132-139.

[22]http://datasekripsi.blogspot.com/2009/07/pengelolaan-zakat.html. diakses jum’at 26 april 2013 pukul 11:30
[23]Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, 134.
[24]Majalah Donatur Lembaga Amil Zakat Umat Sejahtera Ponorogo, At-Tazkiyah, 3.

[25] Ibid.
[26] Ibid.
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30] Majalah Donatur Lembaga Amil Zakat Umat Sejahtera Ponorogo, At-Tazkiyah, 3.

[31]Ibid.
[32] Hasil  Wawancara di LAZ Umat Sejahtera Ponorogo Oleh Bapak Imam Nurdin S.Pd.I Sebagai Devisi Program Penyaluran (Manager) .  Pada Sabtu, 27 Maret 20913. Jam 10:00 WIB.
[33]Ibid.
[34] Hasil  Wawancara di LAZ Umat Sejahtera Ponorogo Oleh Bapak Doni Mahendra Sebagai Devisi Marketing.  Pada Sabtu, 27 Maret 20913. Jam 10:00 WIB.
[35]Yusuf Qardawi, Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1973), 666.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar