BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang
multidimensional. Islam memberikan pandangan, keyakinan dan jalan hidup bagi umat
manusia agar mampu mengatasi segala masalah didunia dan mengantarkannya kepada
kehidupan kekal bahagia diakhirat kelak. Dalam konteks inilah islam memberikan
tekanan pada keseimbangan kehidupan, yakni memandang kehidupan didunia sama
pentingnya dengan kehidupan diakhirat. Selain itu, islam juga memandang
kehidupan individu sama pentingnya dengan pembangunan kehidupan sosial, mencari
nafkah untuk kehidupan dunia sama pentingnya dengan pergi ke masjid untuk
beribadah. Islam tidak melarang penganutnya untuk berusaha mencari harta, hanya
saja ketika seseorang sudah berhasil mendapatkan harta, maka harus diingat
bahwa didalam harta itu terdapat hak yang harus diberikan kepada mereka yang
kurang beruntung dan terjerat dalam kemiskinan.[1]
Sesuai firman Allah dalam QS. Al-Ma’arij:24-25.
šúïÉ‹©9$#urþ’ÎûöNÏlÎ;ºuqøBr&A,ym×Pqè=÷è¨BÇËÍÈÈ@ͬ!$¡¡=Ïj9ÏQrãósyJø9$#urÇËÎÈ
Artinya: “Dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang yang meminta dan orang yang tidak mempunyai
apa-apa (yang tidak mau meminta-minta).[2]
Islam juga menyampaikan ajaran bahwa
untuk memenuhui kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja keras supaya terhindar
dari kemiskinan dan dapat mencukupi kebutuhan dirinya serta lebih lanjut agar
dapat mengeluarkan zakat dan sedekah. Dalam islam mereka yang tidak
berkecukupan mempunyai hak sosial atas kebutuhan mereka sebagaimana didalam QS.
AT-Taubah:103.
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Mahamengetahui.”
Dalam sejarah Islam sumber keuangan
islam yang diperoleh dari zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf serta sumber sejenis
lainnya telah terbukti selama ratusan tahun menjadikan islam sebagai sebuah
negara super power. Selama tujuh abad, islam mencapai puncak peradapan yang
tiada duanya didunia.[3]
Rosulullah membangun lembaga zakat
sebagai sebuah sistem untuk menciptakan keadilan ekonomi dan distribusi
kekayaan sosial. Pada masa itu, masyarakat islam merupakan masyarakat yang
hidup dalam jalinan persaudaraan yang kuat dengan tingkat kesejahteraan yang
tinggi berkat berfungsinya sistem tersebut. Sistem ini diadakan untuk
mentransformasi masyarakat dari ketimpangan sosial ekonomi menjadi masyarakat
yang adil dan makmur. Yang menjadi kunci keberhasilam lembaga zakat dalam
mengatasi maslah kesenjangan sosial dan kemiskinan adalah kepastian hukum
pelaksanaan zakat yang eksekusinya langsung dilakukan oleh aparat negara.[4]
Dilihat dari sisi pembangunan
kesejahteraan umat, zakat adalah ibadah maliyah ajtima’iyah yang
memiliki posisi sangat urgen, strategis dan menentukan. Sebagai suatu ibadah
pokok, zakat sangat asasi dalam islam dan merupakan rukun kitega dari rukuk
islam. Keberadaan zakat dianggap sebagai ma’lum min al-din bi al-dhoruroh,
yaitu diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari
keislaman seseorang.[5]
Seluruh ahli hukum islam sepakat
bahwa zakat adalah sejenis sedekah yang wajib hukumnya untuk dikumpulkan dan
didistribusikan sesuai dengan ketentuan tertentu untuk disampaikan kepada orang
yang berhak menerima zakat (mustahiq) yang disebutkan dalam QS. At-Taubah: 60.
*$yJ¯RÎ)àM»s%y‰¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%†ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏBÌ»tóø9$#ur†ÎûurÈ@‹Î6y™«!$#Èûøó$#urÈ@‹Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒO‹Å6ymÇÏÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Pada awalnya pembayaran zakat
diindonesia dilakukan sendiri-sendiri secara suka rela. Potensi ekonomi umat
islam indonesia yang merupakan muslim terbesar didunia tidak teraktualisasi
secara seknifikan. Sehingga pada tahap selanjudnya timbul kesadaran meluas
untuk memperbaiki nasib umat melalui pemanfaatan dana zakat seperti
bermunculnya yayasan-yayasan yang mengatasnamakan dirinya sebagai lembaga
pengelola zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf.[6]
Undang-undang No. 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat adalahmengoptimalkan pengelolaan zakat yang bertujuan
pemerataan ekonomi dan pembangunan, tetapi perlu ditopang dengan suatu badan
pengelola zakat yang modern dan profesional. Zakat dengan segala posisi, fungsi
dan potensi yang terkandung didalamnya dapat berperan sacara positif-progresif
dalam gerakan ekonomi kerakyatan. Didalamnya terdapat unsur kesejahteraan
bersama, seperti yang tercantum dalam pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD
1945. Bahkan secara lebih luas, dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor
permodalan tanpa bunga dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif.[7]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
Pengumpulan Zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Umat Sejahtera” Ponorogo Menurut
Pandangan Islam?
2.
Bagaimana
Pendayagunaan Zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Umat Sejahtera” Ponorogo
Menurut Pandangan Islam?
3.
Bagaimana
Pendistribusian Zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Umat Sejahtera” Ponorogo
Menurut Pandangan Islam?
BAB II
PENGELOLAAN
ZAKAT DALAM ISLAM
A.
Pengertian Zakat
Zakat
yang merupakan kewajiban dalam rukun islam ketiga setelah syahadat dan shalat.
Zakat secara harfiah merupakn bentuk masdar dari “zaka” yang berarti
tumbuh, berkah, baik, atau membersihkan.[8]
Sedangkan secara istilah ulama’ berbeda pendapat:
1.
Menurut
Syafi’i Zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara
khusus.
2.
Menurut
madzab Hambali zakat adalah hak yang
wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula yaitu
kelompok yang disyari’atkan dalam al-Qur’an.[9]
3.
Menurut
Maliki Zakat adalah mengeluarkan harta yang khusus yang telah mencapai nishab
kemudian diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
4.
Kemudian
menurut Hanafi Zakat merupakan menjadikan harta yang khusus dari harta yang
khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari’at karena
Allah.[10]
Dari
berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Zakat adalah salah satu bentuk
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang-orang muslim, sebab zakat
merupakan salah satu rukun islam yang merupakan ibadah kepada Allah SWT dan
sekaligus merupakan amal sosial kemsyarakatan dan kemanusiaan dalam wujud
mengkhususkan sejumlah harta atau nilainya dari milik perorangan atau badan
hukum untuk diberikan kepada yang berhak menerima dengan syarat-syarat tertentu,
dengan tujuan untuk mensucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi
para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan, dan
meningkatkan pembangunan.
Sebagai
salah satu rukun islam, zakat adalah fardlu ‘ain dan kewajiban ta’abbud.
Kemudian perintah zakat dalam al-qur’an sama pentingnya dengan perintah shalat,
sebagai mana dalam qur’an surat al-Baqarah:43.
(#qßJŠÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(#qè?#uäurno4qx.¨“9$#(#qãèx.ö‘$#uryìtBtûüÏèÏ.º§9$#ÇÍÌÈ
B.
Pengumpulan Zakat
Suatu hal yang urgen terkait dengan pengumpulan zakat salah satunya
yaitu amil. Amil yaitu seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat, mengelolanya
serta menyalurkannya sesuai dengan syari’at islam. Sebagimana firman Allah
dalam QS. at-Taubah: 103,
õ‹è{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y‰|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.t“è?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgø‹n=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3y™öNçl°;3ª!$#urìì‹ÏJy™íOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya: “Ambilah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)ketentraman bagi jiwa mereka. Dan
Allah Maha Mendenger lagi Maha Mengetahui”.[12]
Keberadaan
amilin ini didukung oleh fakta historis bahwa Rasulullah saw. Pernah
memperkerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah, untuk
mengurus urusan zakat bani sulaim. Selain itu Rasulullah saw. Pernah mengutus
Muaz Bin Jabal pergi ke Yaman, selain bertugas sebagai Da’i tetapi mempunyai
tugas khusus menjadi amil zakat.
Secara
tersirat, Al Qur'an ingin menunjukkan bahwa keberadaan amil dalam mengelola
zakat memiliki peran yang sangat strategis. Artinya, amil diharapkan mampu
mewujudkan cita-cita zakat sebagai salah satu instrumen dalam Islam (Sistem
ekonomi Islam) dalam rangka menciptakan pemerataan ekonomi dan harmonisasi
antar umat. Dalam konteks ini, para amil zakat tidak hanya sekedar mengumpulkan
dan mendistribusikan zakat, tetapi juga dituntut untuk mampu menciptakan
pemerataan ekonomi umat sehingga kekayaan tidak hanya berputar pada satu
golongan atau satu kelompok orang saja. Sebagaimana ditegaskan dalam surat
Al-Hasyr: 7
!$¨Buä!$sùr&ª!$#4’n?tã¾Ï&Î!qß™u‘ô`ÏBÈ@÷dr&3“tà)ø9$#¬TsùÉAqß™§=Ï9ur“Ï%Î!ur4’n1öà)ø9$#4’yJ»tGuŠø9$#urÈûüÅ3»|¡yJø9$#urÈûøó$#urÈ@‹Î6¡¡9$#ö’s1Ÿwtbqä3tƒP's!rߊtû÷üt/Ïä!$uŠÏYøîF{$#öNä3ZÏB4!$tBurãNä39s?#uäãAqß™§9$#çnrä‹ã‚sù$tBuröNä39pktXçm÷Ytã(#qßgtFR$$sù4(#qà)¨?$#ur©!$#(¨bÎ)©!$#߉ƒÏ‰x©É>$s)Ïèø9$#ÇÐÈ
Amil
zakat harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang
berdaya guna dan berhasil guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasi
berbagai potensi umat sehingga dapat diberdayakan secara optimal. Dengan
demikian, zakat menjadi lebih produktif dan tidak hanya sekedar memiliki fungsi
karitatif.
Secara
lebih jelas, Yusuf Al-Qardhawi menyebutkan urgensi keberadaan amil,
yaitu:
a.
Jaminan
terlaksananya syariat zakat (bukankah ada saja manusia-manusia yang berusaha
menghindar bila tidak diawasi oleh penguasa).
b.
Pemerataan (karena dengan keterlibatan satu tangan, diharapkan
seseorang tidak akan memperoleh dua kali dari dua sumber, dan diharapkan pula
semua mustahiq akan memperoleh bagiannya).
c.
Memelihara air muka para mustahiq, karena mereka tidak perlu
berhadapan langsun dengan para muzakki, dan mereka tidak harus pula datang
meminta.
d.
Sektor
(ashnaf yang harus menerima) zakat, tidak terbatas pada individu, tetapi juga
untuk kemaslahatan umum, dan sektor ini hanya dapat ditangani oleh pemerintah.
C.
Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat merupakan salah satu kegiatan
dari pengelolaan zakat.
Sedangkan yang dimaksud pendayagunaan menurut
Kamus Bahasa Indonesia adalah pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil atau
pengusaha agar mampu menjalankan tugas dengan baik.[14]
Pada
dasarnya zakat selain wujud ketaatan kepada Allah namun juga sebagai kepedulian
sosial. Zakat awalnya hanya didayagunakan untuk kepentingan konsumtif yaitu,
untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahiq sehingga lembaga amil zakat
menyalurkan zakat sesuai dengan kebutuhan mustahiq yang ada didaerahnya.
Zakat konsumtif yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahiq seperti
kebutuhan konsumsi sehari-hari yaitu, kebutuhan
sandang, pangan, dan papan, serta gaji untuk para guru mengaji dan bantuan
biaya kesehatan.[15]Sasaran pendayagunaan zakat fitrah (konsumtif) kepada fakir-miskin
sudah jelas, hal itu tidak ada perbedaan pendapat antar semua ulama’,
berdasarkan hadist Nabi saw.
حدثنا محمود بن خالد
الدمشقي وعبد الله بن عبد الرحمن
السمرقيدي قال: حدثنا مروان قال عبد الله: حدثنا أبو يزيد الخولاني والشيح صدق,
وانا بن وهب يروي عنه, حدثنا سياربن عبد الرحمن قال محمود الصدقى عن عكرمة عن ابن
عباس قال رسول الله ص م: زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمه للمساكين
Yang artinya “Beritahu kami Mahmud bin Khalid dari Damaskus, Abdullah bin Abdul Rahman al
Samarqondi berkata: ceritakan kepada kami Marwan Abdullah mengatakan: Katakan
Abu Yazid Khawlaani dan Syekh Siddiq, dan merupakan putra Wahab mengatakan
kepadanya, mengatakan kepada kami Sayyar bin Abdul Rahman, kata Mahmud dari
Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata Rasulullah SAW. Zakat fitrah dibersihkan dia
untuk orang yang berpuasa dari berbohong dan kotoran, yang merupakan makanan
bagi orang-orang miskin”.[16]
Adapun yang menjadi pertentangan pendapat
antara para ulama’ adalah
apakah sasaran pendayagunaan zakat itu juga disalurkan kepada golongan-golongan
mustahiq sebagaimana penyaluran zakat harta benda. Dalam hal ini ada beberapa
pendapat:
a) Madzhab Malikiyah dan
sebagian Hambali berpendapat bahwa, zakat fitrah hanya disalurkan kepada
fakir-miskin, tidak boleh untuk amil, tidak boleh untuk muallaf dan seterusnya.
Zakat fitrah wajib disalurkan khusus kepada fakir-miskin, alasan mereka adalah
hadist Ibn Abbas ra.
b) Madzhab
Syafi’i, Abu Hanifah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa, zakat fitrah
wajib disalurkan kepada ashnaf yang delapan.
c) Jumhur ulama’ :
berpendapat bahwa, zakat fitrah boleh disalurkan kepada fakir-miskin, alasannya
zakat fitrah itu adalah shadaqah yang masuk dalam keumuman firman Allah (QS.
at-Taubah:60) ayat ini tidak mengharuskan dibagi hanya kepada fakir-miskin,
akantetapi
ayat itu hanya memberi pengertian bahwa zakat apa saja tidak boleh diberikan
kepada selain delapan ashnaf itu.[17]
Dalam konteks pendayagunaan zakat,
tidak dapat dilihat dari perspektif ibadah semata, tetapi zakat memiliki kaitan
yang erat dengan proses pemberdayaan zakat yang produktif dan solutif.
Pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) mesti
berorientasi pada pemberdayaan zakat produktif dan menjadi solusi pengentasan
kemiskinan bagi setiap mustahiq. Upaya ini difokuskan pada ekonomi produktif
yang bersifat memberdayakan produktifitas zakat sebagai bentuk program yang
diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup mustahiq dari sisi ekonomi. Artinya,
program tersebut bisa menjadikan usaha mustahiq berkembang dan memiliki nilai
tambah serta bisa memperbaiki kondisi finansialnya. Sebagaimana hadist nabi
saw:
عن سالم بن
عَبْدِ الله بن عُمر عَنْ أَبيه رضي الله عنُهم أنَّ رسولَ الله صَلّى الله
عَلَيْهِ وَسَلّم كانَ يُعْطي عُمَرَ بن الخطاب العْطاءَ فيقولُ أَعْطِه أَفْقَر
منّي، فَيَقُول: "خُذْهُ فَتَمَوّلْهُ أَوْ تَصَدَّقْ به، وما جاءَكَ مِنْ
هذا المال وأَنْت غير مشرفٍ
ولا سائلٍ فَخُذْهُ، وَمَا لا فلا تُتْبِعه نَفْسك" رواهُ مسلمٌ.
“Dari Salim bin
Abdullah bin 'Umar dari bapaknya ( Umar bin Khatab ) mudah-mudahan Allah
meridhoi mereka, bahwasanya Rasulullah pernah memberikan Umar bin Khatab suatu
pemberian, lalu Umar berkata " berikanlah kepada orang yang lebih fakir
dari saya, lalau Nabi bersabda "Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (
kembangkanlah ) dan dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang
kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak membutukannya dan bukan
engkau minta, maka ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah
engkau turutkan nafsumu. HR Muslim”.[18]
Program pemberdayaan ekonomi
produktif yang dikelola secara sistematis, intensif dan berkesinambungan
merupakan point penting dalam mendayagunakan dana zakat. Hal ini dilakukan agar
para mustahiq memiliki perubahan karakter, budaya, ekonomi dan mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya. Sehingga mustahiq yang awalnya belum berdaya, dengan
mengikuti program pemberdayaan zakat produktif yang sistemik dengan proses
pendidikan, pelatihan, pendampingan dan pembinaan serta difasilitasi usahanya
sehingga mustahiq bisa mandiri, produktif dan memiliki penghasilan yang cukup.
Kemampuan profesional dalam
mendayagunakan dana ZIS, artinya bagaimana upaya mendayagunakan menjadi suatu
kenyataan dalam bentuk amal sholeh, sebagaiman firman Allah SWT. “.......barang
siapa mengharap perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang sholeh dan jangan ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
tuhannya” (Qs. al-Kahfi:110). Strategi pendayagunaan zakat dibangun melalui
kreatifitas dan inovasi dengan kemampuan memahami akar persoalan yang
dibutuhkan dengan pemetaan potensi ekonomi umat yang dapat dikembangkan dalam
pengentasan kemiskinan.
D.
Pendistribusian Zakat
Distribusi berakar dari bahasa
inggris distribution, yang berarti penyaluran. Sedangkan kata dasarnya
to distribute, bermakna membagikan, menyalurkan, menyebarkan, mendistribusikan,
dan mengageni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Distribusi yaitu
penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa
tempat. Sedangkan Mendistribusikan yaitu menyalurkan (membagikan, mengirimkan)
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat seperti pasar, toko.
Pendistribusian zakat dikenal dengan
sebutan mustahiq al Zakat atau Asnaf, yaitu kategori (golongan) yang berhak
menerima zakat. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. at Taubah: 60 yang berbunyi:
$yJ¯RÎ)àM»s%y‰¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%†ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏBÌ»tóø9$#ur†ÎûurÈ@‹Î6y™«!$#Èûøó$#urÈ@‹Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒO‹Å6ymÇÏÉÈ
Artinya:
..........Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[19]
Secara umum, pesan pokok dalam ayat
tersebut, adalah mereka yang secara ekonomi kekurangan. Kecuali amil dan
muallaf yang sangat mungkin secara ekonomi berada dalam keadaan kecukupan.
Karena itu, di dalam pendistribusiannya, hendaknya mengedepankan upaya merubah
mereka yang memang membutuhkan, sehingga setelah menerima zakat, dalam periode
tertentu berubah menjadi pembayar zakat.
Adapun dalil dari As-Sunnah atau Hadits
adalah sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam dalam sebuah haditsnya :
عَنْ ابْنِ
عَبّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُما: أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم
بَعَثَ مُعَاذاً إِلَى لْيَمَنِ ـ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ ـ وَفِيْهِ: "إنَّ
الله قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمِ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ،
فَتُرَدُّ فُقَرَائِهِمْ". مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ.
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi saw. pernah mengutus Muadz ke Yaman ,
Ibnu Abbas menyebutkan hadits itu, dan dalam hadits itu beliau bersabda :
Sesungguhnya Allah telah memfardhukan atas mereka sedekah (zakat) harta mereka
yang di ambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada
orang-orang fakir di antara mereka. HR Bukhary dan Muslim, dengan lafadz
Bukhary.[20]
Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga
pengelola zakat, harus disalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan skala
prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahiq
sebagaimana diterangkan dalam surah at-Taubah: 60, yang uraiannya antara lain
sebagai berikut:
a.
Fakir
dan Miskin. Yaitu mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau
memilikinya akan tetapi sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
b.
Amil.
Yaitu oarng yang bertugas untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan
mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
c.
Muallaf.
Yaitu oarang yang masih dianggap lemah imannya, karena baru masuk islam. Mereka
diberi agar bertambah kesungguhannya dalam berislam dan bertambah keyakinan
mereka, bahwa segala pengorbanan mereka tdaklah sia-sia. Kalau daplikasikan
pada saat sekarang ini mungkin bagian muallaf ini dapat diberikan kepada
lembaga-lembaga dakwah yang
mengkhususkan untuk menyebarkan islam.
d.
Riqab.
Artinya bahwa zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan budak
beliandan menghilangkan segala bentuk perbudakan. Para ulama berpendapat bahwa
cara membebaskan perbudakan ini biasanya dengan dua hal, yaitu sebagai berikut:
·
Menolong
pembebasan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat kesepakatan dan
perjanjian dengan tuannya, bahwa ia sanggup membayar sejumlah harta untuk
membebaskan dirinya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah
an-nuur: 33.
·
Seseorang
atau sekelompok orang dengan uang zakatnya atau petugas zakat dengan uang zakat
yang sudah terkumpul dari para muzakki membeli budak atau ammah untuk kemudian
membebaskannya.
e.
Gharim.
Yaitu oarng yang berhutang dan tidak bisa melunasinya. Yusuf al-Qardhawi mengemukakan
kelompok bahwa salah satu kelompok yang termasuk gharim adalah orang yang
mendapatkan berbagai bencana dan musibah baik pada dirinya maupun pada
hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan mendesak untuk meminjam bagi dirinya dan keluarganya.[21]
f.
Fi
Sabilillah,yaitu orang yang berjuang dijalan allah atau berusaha menegakkan
agama alllah atau dana social untuk kepentingan masyarakat seperti mendirikan
masjid, rumah sakit, madrasah dan jembatan atau jalan.
g.
Ibnu sabil,
yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh dengan maksud belajar dan menunaikan ibadah haji yang kekurangan bekal sebelum cita-cita
atau niatnya tercapai. Musafir yang kehabisan bekal tetapi kepergiannya tidak
untuk perbuatan maksiat.[22]
Adapun
penyaluran zakat secara produktif sebagaimana yang pernah terjadi dimasa
Rasulullah saw. Yang dikemukakan dalam sebuah hadis riwayat imam muslim dari
salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah pernah memberikan
kepada zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Dalam
kaitan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapatpendapat yang
dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi dalam fiqh zakat bahwa pemerintah islam
diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaanperusahaan dari uang zakat
untuk kemudian kepemilikan serta keuntungannya bagi fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka.[23]
BAB III
DATA
LAPANGAN
A. Sejarah Singkat
LAZ Umat Sejahtera Ponorogo
Lembaga Amil Zakat (LAZ) “Ummat
Sejahtera” (yang kemudian lebih sering sisebut LAZ Kab. Ponorogo), adalah
lembaga nirlaba milik masyarakat Kab. Ponorogo yang berkhidmat mengangkat
harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq,
Shadaqah, Wakaf), serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan,
kelompok, perusahaan/lembaga.[24]
Kelahiran LAZ Kab. Ponorogo terinspirasi dari rasa keprihatinan
dari sebagian masyarakat atas beberapa
permasalahan, yaitu :
1.
Tergeraknya
keinginan untuk berperan serta dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya umat
Islam dari kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan.
2.
Jangkauan
pelayanan Amil Zakat Nasional dirasakan masih sangat minim didaerah.
3.
Pengelolaan
ZISWAF selama ini hanya dilakukan secara insiden pada akhir bulan Ramadhan oleh
masjid-masjid, dengan penghimpunan dan pengelolaan yang sangat terbatas dan kurang professional.
4.
Kesadaran
masyarakat dalam berzakat masih sangat minim.
5.
Potensi
penghimpunan dana ZIS yang sangat besar.[25]
Kemudian melihat problema kasus tersebut diatas, LAZ didirikan
sejak 5 November 2002, LAZ Kab. Ponorogo telah menunjukkan peran
dan manfaatnya didalam masyarakat. Dengan visi dan misi sebagai lembaga
pendayagunaan dana yang amanah dan profesional, menjadikan LAZ Kab.
Ponorogo sebagai lembaga pengelola zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) terpercaya
di Kab. Ponorogo.[26]
Lebih dari 1500 donatur dengan berbagai potensi,
kompetensi, fasilitas, dan otoritas dari kalangan birokrasi, profesional,
swasta, dan masyarakat umum telah terajut bersama LAZ Kab. Ponorogo membentuk
komunitas peduli dhuafa. Mereka, dengan segala kemampuan terbaiknya, telah
memberikan kontribusi, cinta, dan kepedulian dalam membangun negeri ini.[27]
Keberadaan LAZ Kab. Ponorogo semakin mantap dengan dikukuhkannya LAZ Ponorogo sebagai organisasi social
berbentuk yayasan dalam Akta Notaris Sutomo, SH., No. 3, tgl 5-4-2006, menjadi
entitas yang menaruh perhatian mendalam pada kemanusiaan yang universal.
Melalui mitra pendayagunaan dana terpercaya , LKPM2 (Lembaga Koordinasi
Pembinaan Masjid dan Musholla) Al Madinah Ponorogo, LAZ. ponorogo semakin
meneguhkan pendayagunaan dana Anda secara syar’i, efisien, efektif &
produktif.[28]
1.
Visi
dan Misi LAZ Umat Sejahtera Ponorogo
Visi : Menjadi lembaga
pengelola dan konsultan zakat, infaq dan shodaqoh yang independent,Amanah
serta Profesional. Independen: Tidak terkait dengan
organisasi / partai politik apapun. Amanah: Menjalankan tugas dan
ewajiban sesuai tujuan dan harapan muzakki/donator.Profesional:
Bertanggung jawab dan siap mempertanggungjawabkan tugasnya dengan segala
konsekuensinya.
2.
Struktur
Organisasi Lembaga Amil Zakat “Ummat Sejahtera” Kab. Ponorogo
a.
Dewan
Syari’ah:
1) H. Luqman Hakim,
Lc, MA.
2)
H. Mulyono Jamal, MA.
3)
Drs. H. Samsudin, Lc.
4)
Drs. Muh. Fajar Pramono, M.Si.
b.
Direktur: Ichwan
Andrianto, SE.
c.
Divisi Kesekretariatan: 1) Didik
Sugiono
2) Fahrudin
d.
Divis Accounting: Yanuar
Arifianto, A.Md.
e.
Divisi IT Support System: Lutfiyah
DS. S.Kom.
f.
Divisi Humas: 1) Moh.
Yulian Ridhoi, SE.
2) Alip
Sugianto
3) Wahyu Nur
Katmin
4) Rohmah Kusma
Wihantari
g.
Divisi Marketing: 1) Suyanto
2)
Farida Nurhayati, S.IP
3)
Imam Syafi’i
4)
Usamah Hanif, S.HI
5)
Doni Mahendra
6)
Candra Ari Kirana
7)
Purnomo, S.Pd.I
8)
Agung Susilo, SPd.I
9)
Nur Setyaningtyas
h.
Divisi Program dan Penyaluran:1) Iman
Nurdin, S.Pd.I
2) Boby
Wibisono, S.Pd.I
3) Yanti
Mulatsih, S.Pd.I
3.
Program LAZ
Umat Sejahtera Ponorogo
a.
Beasiswa Generasi Cerdas
(Pendidikan).
b.
Masyarakat Sejahtera Mandiri
(Ekonomi)
c.
Layanan
Rumah Sehat (Kesehatan)
d.
Program
khitanan masal (Kesehatan)
e.
Peduli Guru
(Pendidikan)
f.
Layanan Dakwah (Da’wah)
g.
Senyum Anak Yatim dan Dhuafa’
(Sosial)
h.
Siaga Penanggulan Bencana (Sosial)
i.
Siaga Pangan dan gizi (Sosial)
j.
Peduli Dunia Islam (Da’wah)
k.
Qurban Peduli (Da’wah)
l.
Wakaf Produktif (Da’wah)[30]
A.
Pengumpulan
Zakat di LAZ Umat Sejahtera
Beberapa
teknis pengumpulan zakat di LAZ Umat Sejahtera adalah sebagai berikut:
a.
Yang
pertama-tama dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi dengan masyarakat
misalnya dengan penyebaran majalah tazkiyah (2 bulan sekali), stiker, pembuatan
brosur serta pemasangan spanduk atau baliho dibeberapa tempat yang dianggap
strategis dengan tujuan awal melakukan pengenalan dengan msyarakat.
b.
Selanjutnya
Dengan cara membentuk suatu tim penyuluh dimana tim penyuluh tersebut berguna
untuk melakukan sosialisasi sadar zakat melalui instansi-instansi tertentu.
c.
Dengan
sistem gepok tular antar orang maksudnya seseorang yang sudah menjadi donatur
tetap itu mengenalkan serta menginformasikan kepada rekan-rekan yang lain untuk
menjadi donatur.
d.
Dari pihak
‘amil zakat, dengan cara ‘amil mendatangi para muzakki (donatur) jika memang
muzakki (donatur) tersebut berhalanganuntuk datang kelembaga LAZ.
e.
Melakukan
kerja sama dengan berbagai pihak dalam mengumpulkan dana zakat.[31]
B.
Pendayagunaan
Zakat LAZ Umat Sejahtera
Dana zakat yang telah terkumpul di
LAZ Umat Sejahtera, sebagian didayagunakan untuk kepentingan mustahiq agar
dapat bernilai guna. Misalnya Pemberian dana bergulir yaitu dana yang diberikan
kepada mustahiq untuk diinvestasikan pada suatu usaha produktif dalam bentuk
pinjaman dengan pengembalinannya secara angsur tanpa adanya bunga. Dalam
program ini, LAZ Umat Sejahtera minimal telah mampu menjadikan mustahiq
bersedekah, meskipun belum mencapai menjadi muzakki. Penyaluran dana Zakatdi
LAZ Umat Sejahtera berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan
proporsional. Artinya, bagian untuk setiap mustahiq tidak sama, tetapi sesuai
dengan kadar kemampuan mereka masing-masing bahkan ada beberapa mustahiq yang
tidak menerimanya.[32]
Ada dua macam pendayagunaan zakat di LAZ
Umat Sejahtera, yaitu:
a.
Secara konsumtif, bersifat sekali
habis. Hal ini dilakukan untuk hal-hal yang bersifat insidental. Misalnya,
penyaluran zakat fitrah, bantuan materi kepada para lansia dan sebagainya.
b.
Secara produktif, menyalurkan hasil
zakat untuk usaha produktif. Dalam hal ini disalurkan dalam program dana
bergulir yang diperuntukkan kepada para mustahiq dalam bentuk pemberian
pinjaman tanpa bunga.
Prioritas utama pendayagunaan zakat
lebih ditekankan pada program pendidikan, karena asumsi mereka dengan
peningkatan mutu pendidikan, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan dapat menurunkan derajat kemiskinan dalam masyarakat.[33]
C.
Pendistribusian
Zakat LAZ Umat Sejahtera
Terkait dengan Penyaluran Dana zakat
di Laz Umat Sejahtera biasanya untuk mencari mustahiq, LAZ bekerjasama dengan
instansi pemerintah misalnya atas rekomendasi kepaladesa, instansi sekolah yang
melaporkan bahwa di daerah tersebut ada mustahiq zakat. Selain rekomendasi
dari kepala desa biasanya LAZ juga
mendapatkan informasi dari perorangan, relasi-relasi terdekat serta bagian
marketingyang biasanya tersebar diberbagai desa-desa diponorogo. Setelah adanya
rekomendasi biasanya pihak LAZ mengkroscek kembali dengan melakukan survai
ketempat tinggal para calon mustahiq, yang mana survai ini bertujuan untuk
mengetahui bahwasannya para calon mustahiq tersebut memang benar-benar layak
untuk mendapatkan bantuan dana zakat tersebut.Kemudian jika para mustahiq telah
dinyatakan layak untuk mendapatkan bantuan maka pihak LAZ akan memberikan
biodata semacam formulir guna untuk diisi oleh para mustahiq. Dengan demikian
dana yang terkumpul yang kemudian diberikan kepada para mustahiq tersebut, dengan
tujuan agar dapat membantu dan bernilai guna dalam kehidupan mereka.Dan pendistribusian
dana zakat di LAZ Umat Sejahtera tidak diberikan kepada delapan ashnaf, akan
tetapi berdasarkan skala prioritas sesuai kebutuhan mustahiq.[34]Sebagaimana
pendapat Imam malik, Abu hanifah dan golongannya mereka berpendapat bahwa zakat
itu tidak wajib dibagikan pada semua sasaran (delapan asnaf). Abu Ubaid telah
menerima riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: “apabila engkau memberikan
zakat pada satu sasaran dari sasaran zakat, maka hal itu cukup bagimu dan Allah
SWT berfirman: “sesungguhnya sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir dan
orang-orang miskin dan seterusnya,” maksudnya bahwa zakat itu jangan diberikan
kepada yang selain sasaran tersebut. Imam Sufyan dan ulama irak (abu hanifah
dan golongannya) berpendapat, bahwa apabila zakat diberikan kepada salah satu
sasaran yang delapan dianggap sah.[35]
BAB IV
ANALISA
1.
Pengumpulan
Zakat
Terkait dengan pengumpulan
zakat di LAZ Umat Sejahtera pada dasarnya sudah sesuai dengan hukum Islam,
bahwasannya zakat tersebut dipungut oleh amil. Akan tetapi ada sedikit
perbedaan, jika dalam QS. at-Taubah: 103,
õ‹è{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y‰|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.t“è?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgø‹n=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3y™öNçl°;3ª!$#urìì‹ÏJy™íOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)ketentraman bagi
jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendenger lagi Maha Mengetahui”.
bahwasannya
zakat itu diambil oleh amil dengan adanya unsur paksaan yang ditekankan pada
lafad “khudz”. Sedangkan di LAZ Umat Sejahtera pada prakteknya lebih
bersifat luwes, maksudnya tidak ada unsur paksaan.Karena, kondisi masyarakat
sekarang yang apabila dipaksa akan menimbulkan perselisihan, dengan
kehati-hatian tersebutlah LAZ Umat Sejahtera lebih memilih jalan tengahnya
saja.
Dengan adanya penjelasan-penjelasan
tentang pengumpulan, pendayagunaan, dan pendistribusian zakat di LAZ Umat
Sejahtera tersebut secara teknis telah sesuai dengan aturan syari’at yang sudah
ada, dimana dalam pengumpulan zakat menurut islam disebutkan bahwa Pengumpulan
dana zakat dilakukan oleh amil sepenuhnya, karena keberadaan amil dalam
mengelola zakat memiliki peran yang sangat strategis. Artinya, amil diharapkan
dapat menjadikan dana tersebut sebagai usaha produktif bagi para
mustahiq.Selain itu, amil zakat harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi
pemanfaatan zakat yang berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian, zakat
menjadi lebih produktif dan tidak hanya sekedar memilki fungsi karitatif.
2.
Pendayagunaan
dan pendistribusian Zakat
Sedangkan terkait dengan
pendayagunaan dan pendistribusian, di LAZ Umat Sejahtera secara teori juga
sudah sesuai dengan hukum Islam yaitu kepada delapan asnaf. Akan tetapi secara
aplikasi bahwasannya penyaluran dana zakat tersebut dilakukandengan menggunakan
skala prioritas berdasarkan kebutuhan mustahiq dengan alasan bahwasannya tidak
semua delapan asnaf itu mesti adanya.Sebagaimana pendapat Imam malik, Abu
hanifah dan golongannya mereka berpendapat bahwa zakat itu tidak wajib
dibagikan pada semua sasaran (delapan asnaf). Abu Ubaid telah menerima riwayat
dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: “apabila engkau memberikan zakat pada satu
sasaran dari sasaran zakat, maka hal itu cukup bagimu dan Allah SWT berfirman:
“sesungguhnya sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin
dan seterusnya,” maksudnya bahwa zakat itu jangan diberikan kepada yang selain
sasaran tersebut. Imam Sufyan dan ulama irak (abu hanifah dan golongannya)
berpendapat, bahwa apabila zakat diberikan kepada salah satu sasaran yang
delapan dianggap sah.
Jadi pada intinya dana zakat tersebut
dibagikan kepada mustahiq zakat yang ada pada saat itu. Sedangkan untuk
pendayagunaannya di LAZ Umat Sejahtera juga masih banyak yang disalurkan dalam
bentuk konsumtif akan tetapi juga ada yang produktif. Jika dianalisa dari teori
islam tentang pendistribusian dan pendayagunaannya sudah terdapat banyak
kemajuan dalam cara menyalurkannya karena didukung dengan semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan amil yang mana banyak menggunakan strategi yang baik dalam
rangka penyaluran dana zakat secara efisien.
BAB V
KESIMPULAN
1)
Pengumpulan dana zakat yang
dilakukan LAZ Umat Sejahtera secara teknis sudah sesuai dengan syari’at islam Akan tetapi ada sedikit perbedaan, jika
dalam QS. at-Taubah: 103 bahwasannya zakat itu diambil oleh amil dengan adanya
unsur paksaan yang ditekankan pada lafad “khudz” sedangkan di LAZ Umat
Sejahtera pada prakteknya lebih bersifat lues maksudnya tidak ada unsur paksaan
karena kondisi masyarakat sekarang yang apabila dipaksa akan menimbulkan
perselisihan dengan kehati-hatian tersebutlah LAZ Umat Sejahtera lebih memilih
jalan tengahnya saja.Dimana pengumpulan dana zakat tersebut menggunakan
beberapa teknis yaitu dengan adanya tim penyuluh, melakukan sosialisasi, adanya
peran serta amil secara langsung, serta adanya madia cetak seperti majalah,
setiker yang berguna sebagai sarana pengenalan tentang zakat yang pada ahirnya
akan mendorong mereka untuk berzakat.
2)
Terkait dengan pendayagunaan, di LAZ
Umat Sejahtera bahwasannya pendayagunaan itu lebih ditekankan pada
pendayagunaan produktif dengan tujuan dana zakat tersebut dapat menghasilkan
sesuatu yang bernilai guna. Dalam hal ini dana zakat disalurkan dalam program
dana bergulir yang diperuntukkan kepada para mustahiq dalam bentuk pemberian pinjaman
tanpa bunga dll.
3)
Sedangkan terkait dengan
pendistribusian dana zakat di LAZ Umat Sejahtera secara teknis juga sudah
sesuai dengan hukum islam. Akan tetapi pada aplikasinya dalam melakukan
pendistribusian itu berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan para
mustahiq karena para mustahiq zakat (delapan asnaf) itu tidak mesti adanya
sebagaimana pendapat Imam malik, Abu hanifah dan golongannya mereka berpendapat
bahwa zakat itu tidak wajib dibagikan pada semua sasaran (delapan asnaf). Abu
Ubaid telah menerima riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: “apabila engkau
memberikan zakat pada satu sasaran dari sasaran zakat, maka hal itu cukup
bagimu dan Allah SWT berfirman: “sesungguhnya sedekah itu hanya untuk
orang-orang fakir dan orang-orang miskin dan seterusnya,” maksudnya bahwa zakat
itu jangan diberikan kepada yang selain sasaran tersebut. Imam Sufyan dan ulama
irak (abu hanifah dan golongannya) berpendapat, bahwa apabila zakat diberikan
kepada salah satu sasaran yang delapan dianggap sah.
DAFTAR PUSTAKA
Abidah,
Atik. Zakat Filantropi dalam Islam :
Refleksi Nilai Spiritual dan Charity Ponorogo : STAIN Po Press, 2011.
Ali, Nurddin
Mhd. Zakat Sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal. Jakarta : PT. Grafindo
Persada, 2006.
Departeman
Agama RI. Al-Quran Terjemah . Jakarta: Menara Qudus, 1979.
Hafidhuddin,
Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press,
2002.
Khasanah,
Umrotul. ManajemenZakatModern. Malang: UIN Maliki Press, 2010.
K.
Hitti,Philip. Sejarah Ringkas Dunia Arab. Yogyakarta: Iqra Pustaka,
2001.
Manan,
M. A. EkonomiIslam: Teori dan Praktek. Jakarta: Intermasa, 1992.
Risya,Subki.
Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: PP. LAZIS NU, 2009.
Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta :
Pusat Bahasa, 2008.
Trie
Anis Rasyidah dan Esti Manzilati, Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil zakatdalam http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/188,
diakses 25 April 2013.
Qardawi
Yusuf.Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur’an dan Hadis, Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1973.
http://datasekripsi.blogspot.com/2009/07/pengelolaan-zakat.html.
diakses jum’at 26 april 2013 pukul 11:30
http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/195/jiptiain--anasetiyow-97
bab2.pdf. diakses senin 29 april 2013 pukul 13:00.
HASIL WAWANCARA LEMBAGA
AMIL ZAKAT (LAZ) UMAT SEJAHTERA (Sabtu,
13 April 2013)
Topik
: Penghimpunan (devisi marketing) serta Pengelolaan,
Pendayagunaan dan Pendistribusian Zakat.
Narasumber : Doni Mahendra
sebagai Devisi Marketing dan Imam Nurdin, S.Pd.I Sebagai Devisi Program Penyaluran (Manager).
Mahasiswa : Bagaimana cara pengumpulan zakat di LAZ
Umat Sejahtera?
LAZ : Ada beberapa cara dalam
pengumpulan dana zakat di LAZ Umat Sejahtera, diantaranya:
1.
Dengan cara melakukan sosialisasi
ke masyarakat melalui majalah tazkiyah, stiker, spanduk dan beberpa media
lainnya yang tersebar ke berbagai daerah serta lembaga-lembaga pendidikan di
Ponorogo.
2.
Selanjutnya yaitu dengan cara
menemui langsung para calon donatur serta memberikan stimulus terhadap para
calon donatur tersebut dengan tujuan agar mereka terdorong untuk menyalurkan
hartanya (sebagai muzakki).
3.
Dengan sistem gepok tular
antar orang maksudnya seseorang yang sudah menjadi donatur tetap itu
mengenalkan serta menginformasikan kepada rekan-rekan yang lain untuk menjadi
donatur.
4.
Mengisi formulir pendaftaran
calon donatur.
5.
Adanya pelaporan dana kepada
muzakki utuk setiap bulannya dengan adanya buku tabungan atau bisa juga melalui majalah tazkiyah.
Mahasiswa : Cara apa yang dilakukan oleh LAZ Umat
Sejahtera terkait pendistribusian
supaya lebih efektif, efisien, fleksibel dan merata sampai kepelosok?
LAZ : Langkah pertama yang dilakukan oleh LAZ
Umat Sejahtera yaitu dengan cara kontak person, misalnya bekerjasama dengan
lembaga-lembaga sekolah, atas rekomendasi dari kelurahan serta lembaga
pendidikan islam seperti pondok pesantren, TPA serta devisi marketing yang
tersebar di daerah-daerah tertentu.
Mahasiswa : Cara apa yana dilakukan LAZ Umat Sejahtera
terkait dengan pendayagunaan zakat?
LAZ : Terkait
dengan pendayagunaan dana zakat, di LAZ Umat Sejahtera lebih menekankan pada
dana produktif, misalnya dengan memberikan bantuan dana bergulir dengan tujuan dana zakat tersebut
dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai guna untuk kelangsungan hidup mustahiq.
Dalam hal ini dana zakat disalurkan dalam program dana bergulir yang
diperuntukkan kepada para mustahiq dalam bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga
dimana mustahiq melakukan pembayaran secara angsur atas dana pinjaman tersebut
dan apabila mustahiq tidak dapat mengembalikan dana tersebut karena suatu
kepentingan yang mendesak, misalnya untuk pengobatan keluarga yang sakit maka
pihak LAZ mengikhlaskan dana tersebut karena pada dasarnya dana tersebut
merupakan hak mustahiq.
Mahasiswa: Kendala-kendala apa saja yang terjadi
terkait dengan pengumpulan dana zakat?
LAZ : Kendala yang sering terjadi terkait pengumpulan dana zakat
adalah penundaan pengambilan dana zakat dikarenakan muzakki yang sibuk. Dan
untuk kasus semacam ini biasanya pembayaran dilakukan sekalian pada bulan
berikutnya (digabung). Dan untuk para muzakki yang berada diluar kota yang
mempunyai mobilitas tinggi serta berkeinginan untuk menyalurkan hartanya pihak LAZ memberikan
fasilitas berupa rekening.
Mahasiswa : Bagaimana mekanisme pemberitahuan
laporan keuangan kepada donatur?
LAZ : Dengan
meberikan majalah ketika menjemput donatur ketika akan menghimpun zakat kepada
donatur.
Mahasiswa: Pada dasarnya
Pengalokasian dana zakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara konsumtif
dan secara produktif. Apakah LAZ Umat Sejahtera telah menggunakan kedua pengalokasian tersebut atau hanya salah
satunya?
LAZ
: Terkait dengan pengalokasian zakat di LAZ Umat Sejahtera lebih fokus
pada pengalokasian zakat yang bersifat produktif dengan tujuan agar para
mustahik yang mendapatkan dana bergulir
tersebut dapat mengembangkan dan memanfaatkan dana tersebut.
[1]Umrotul
Khasanah, ManajemenZakatModern (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 2.
[2]Departeman
Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 570.
[3] Philip K.
Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab (Yogyakarta: Iqra Pustaka, 2001), 1-2.
[4] Lihat M. A.
Manan, EkonomiIslam: Teori dan Praktek (Jakarta: Intermasa,
1992), 245-254.
[5]Yusuf Qardhawi,
Hukum Zakat (Jakarta: Libero Pintar Nusa, 2002), 86.
[6] Ibid.
[7]Atik Abidah, zakat
filantropi dalam Islam, (Ponorogo: STAIN ProPress, 2011), 6.
[8]Nuruddin Mhd.
Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006 ), 6.
[9]Subki Risya, Zakat
Untuk Pengentasan Kemiskinan, (Jakarta: PP. LAZIS NU, 2009), 4-5.
[10]Nuruddin Mhd.
Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, 6.
[11]Ibid., 4-5.
[12]Departeman
Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 204.
[13]Departeman
Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 547.
[14] Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta : Pusat Bahasa,
2008), 344.
[15] Trie Anis Rasyidah dan Esti
Manzilati, Implementasi Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap
Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat dalam http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/188, diakses 20 April 2013.
[17]http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/195/jiptiain--anasetiyow-9737-5-bab2.pdf.
diakses senin 29 april 2013 pukul 13:00.
[18]http://majelispenulis.blogspot.com/2012/09/pendayagunaan-zakat-produktif.html. diakses
pada hari senin 10 juni 2013 pukul 13:00.
[19] Departeman
Agama RI, Al-Quran Terjemah (Jakarta: Menara Qudus, 1979), 197.
[20]http://majelispenulis.blogspot.com/2012/09/pendayagunaan-zakat-produktif.html. diakses
pada hari senin 10 juni 2013 pukul 13:00.
[21]Didin
Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani
Press, 2002), 132-139.
[22]http://datasekripsi.blogspot.com/2009/07/pengelolaan-zakat.html. diakses
jum’at 26 april 2013 pukul 11:30
[23]Didin
Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, 134.
[24]Majalah Donatur
Lembaga Amil Zakat Umat Sejahtera Ponorogo, At-Tazkiyah, 3.
[25] Ibid.
[26] Ibid.
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30] Majalah
Donatur Lembaga Amil Zakat Umat Sejahtera Ponorogo, At-Tazkiyah, 3.
[31]Ibid.
[32] Hasil Wawancara di LAZ Umat Sejahtera Ponorogo Oleh
Bapak Imam Nurdin S.Pd.I Sebagai Devisi Program Penyaluran (Manager) . Pada Sabtu, 27 Maret 20913. Jam 10:00 WIB.
[33]Ibid.
[34] Hasil Wawancara di LAZ Umat Sejahtera Ponorogo Oleh
Bapak Doni Mahendra Sebagai Devisi Marketing.
Pada Sabtu, 27 Maret 20913. Jam 10:00 WIB.
[35]Yusuf Qardawi, Hukum
Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an
dan Hadis, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1973), 666.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar